Sabtu, 06 November 2010

PRASYARAT BAGI PENUNTUT ILMU

Akhlaq Penuntut Ilmu
Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata akhlaq mempunyai arti budi pekerti atau kelakuan. Kata akhlaq walaupun diambil dari bahasa Arab——yang mempunyai arti tabi’at, perangai, kebiasaan, bahkan agama. Namun kata seperti itu tidak ditemukan di dalam Al-Qur’an. Yang ditemukan hanyalah bentuk mufrod (tunggal) dari kata tersebut yaitu khuluq yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4. Ayat tersebut dinilai sebagai konsiderans pengangkatan Nabi Muhammad Saw sebagai rasul.

            “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang       agung”. (QS. Al-Qalam: 4)
Kata akhlaq banyak ditemukan di dalam hadis-hadis Nabi Saw, dan salah satunya yang paling populer adalah,
إنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَق
            “Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia”. (HR. Malik)
Firman Allah SWT:

            “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu”. (QS. Al-Ahzab: 21).
Dan akhlaq penuntut ilmu adalah “menghabiskan waktunya untuk belajar. Menerima pelajaran serta nasihat dan menjalankannya”.
Yang paling mengetahui tentang manusia adalah dirinya sendiri. Maka hendaklah seseorang insyaf dan menyadari akan dirinya sendiri, karena dengan menyadari akan dirinya sendiri seseorang akan mencapai kesempurnaan akhlaq. Sebaliknya, apabila tidak sadar dan tidak tahu diri, maka akan dihancurkan oleh keluh kesahnya.

            “Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri”. (QS. Al-Qiyamah: 14)
Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhahu, berkata :
     “Barang siapa yang tidak tahu akan keadaan dirinya maka akan dihancurkan oleh keluh kesahnya sendiri”
Menurut Ahmad Amin——guru besar sejarah, kebudayaan, dan filsafat Universitas Al-Azhar——Cairo, di dalam karyanya, Kitabul Akhlaq ada beberapa metode untuk membangun Akhlaqul Karimah, antara lain melalui :
  1. Al-Gharizah (Pembinaan Istink)
            “Gharizah adalah sejumlah kemampuan (makalah) yang dapat mendorong usaha mencapai puncaknya tanpa memerlukan pemikiran mendalam maupun contoh (detail)’.——Ahmad Amin, 1929, Hal. 11.
Manusia memiliki beberapa gharizah/ istink yang dibawa sejak lahir, seperti :
  • Istink membela diri——Gharizah Hifdzu Adz-dzati—adalah kecenderungan manusia untuk membela diri dari semua yang akan membahayakan jiwanya.
  • Instink kecenderungan bersatu dengan kelompok——Gharizah Hifdzunnau’, yaitu kecenderungan berkelompok dengan sesama usia. Sedangkan pengelompokan dengan sesama jenis disebut Gharizah Hifdzu al-Jinsi.
  • Instink memiliki rasa takut——Gharizatul Khouf, bahwa dalam diri manusia terdapat rasa takut yang dibawa sejak lahir yang berbeda adalah tingkat rasa takut.
  • Instink ke-Tuhan-an——Fithratul Uluhiyah, bahwa dalam diri manusia terdapat fungsi ke-Tuhan-an, oleh Dr. Jung disebut dengan Natural Religions, yang tidak mungkin diingkari selama manusia itu menggunakan akal dan pikiran yang baik.
Dan masih banyak lagi sifat-sifat bawaan lainnya yang tidak perlu semua disebutkan disini seperti misalnya Istink Lapar——gharizatul ju’i—dan lain-lain.
  1. Al-Adat (Kebiasaan)
            “Kebiasaan adalah pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang sehingga melakukannya akan menjadi mudah”.
Selanjutnya menurut Ahmad Amin :           
            “Bahwa pembiasaan yang kuat akan membentuk tabi’at kedua sedang tabi’at pertama adalah sifat yang dibawa manusia sejak lahir sebagai fitrahnya”.
Pembiasaan atau al-Adat sebagai salah satu metode, jalan untuk memperbaiki, dan mendidik akhlaq manusia melalui latihan dan pembiasaan secara terus menerus dapat menumbuhkan kekuatan dan tabi’at. Akhlaq adalah sikap jiwa. Akhlaq yang baik adalah bagaimana sikap jiwa merespon nilai-nilai yang baik. Dari penjelasan ini dapat diambil pengertian bahwa mendidik akhlaq yang baik adalah melatih dan membiasakan melakukan hal-hal yang baik.
Penuntut ilmu membiasakan melakukan dan melatih pekerjaan yang baik sehingga terbiasa dan melakukannya menjadi mudah tanpa memerlukan angan-angan dan ancang-ancang. Inilah yang dikatakan bahwa perbuatan itu telah menjadi akhlaqnya atau sikap jiwanya.
Ahmad Amin menambahkan bahwa :
            “Apabila kebiasaan telah bersemayam dalam diri seseorang dapat menumbuhkan kehebatan dan keistimewaan antara lain melakukannya menjadi mudah dan dapat ditepatinya waktu dan ingatan”.—Ahmad Amin;1929;11.
Maksudnya bahwa melakukan pekerjaan yang agak sulit atau memang benar-benar sulit karena dilakukan latihan dan pembiasaan, lama-lama akan menjadi mudah.
Itulah kalimat terakhir yang dikemukakan Ahmad Amin. Sekarang kita menjadi faham bahwa perilaku manusia itu tidak lebih dari setumpuk kebiasaan-kebiasaan yang ia lakukan di atas bumi ini. Demikian juga harga dan kehormatannya diukur dan diperoleh dari kebiasaan-kebiasaan yang ia lakukan mungkin dari cara berpakaian, halus atau kasar dalam berbicara, cara makan dan minum, pembinaan kesehatan maupun cara berfikir dan kebiasaan-kebiasan lainnya yang ikut menentukan tinggi rendahnya derajat manusia. Bahkan manusia celaka ataukah bahagia ditentukan oleh kebiasaan yang ia lakukan. Menjadi pemberani atau penakut, sehat jasmani atau sering sakit, semua tumbuh dari kebiasaan yang ia lakukan seperti tidak nadhofah, berlebih-lebihan dalam makan, minum, dan lain-lain.
Sekalipun kesimpulan ini tidak dapat dikatakan seluruhnya benar sebab ada sakit yang menimpa manusia benar-benar tidak mungkin dihindari dengan segala upaya maupun diketahui dari mana datangnya.

  1. Al-Irâdah (Membina Kemauan)
            ”Irâdah adalah kekuatan yang memiliki daya gerak seperti daya gerak gelombang laut atau gelombang/ arus listrik yang mampu membangkitkan manusia. Dan dari kekuatan tersebut timbul semua perbuatan yang disengaja         (Al-A’mal Irâdiyah)”.
Ahmad Amin membagi dua macam Irâdah :
  1. Irâdah Dâfi’ah yaitu kekuatan yang mendorong manusia melakukan sesuatu perbuatan.
  2. Irâdah Mâni’ah yaitu kekuatan yang mampu menahan untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan.
Selanjutnya Ahmad Amin menyatakan bahwa irâdah yang kuat adalah :
            “Yang disebut kemauan yang kuat adalah irâdah yang mampu menembus berlapisnya kesulitan yang menghimpit serta rintangan yang menghadang. Irâdah seperti ini yang mampu mengangkat orang-orang besar menembus semua jalan (cita-cita mereka)”
Adapun yang disebut dengan kemauan lemah adalah kemauan yang tidak mampu menghadapi hawa nafsu, kesenangan——syahwat, selalu menyerah kepada keadaan, serta tidak ada himmah atau cita-cita yang ingin diperjuangkan dalam hidup.
  1.  Al-Wiratsah (Membina Keturunan dan Lingkungan)
Keturunan disebut juga dengan hubungan darah. Dalam ilmu pendidikan disebut ‘Hereditas’. Yaitu pemindahan karakteristik biologis individu dari orangtua kepada anak.
            Tentang apa saja yang dapat diturunkan, Ahmad Amin menyebut sebagai   berikut:
  • Bentuk fisik
  • Ketajaman indera dan perasaan
  • Sikap lemah lembut
  • Kecerdasan
Kemudian dalam buku ‘Psikologi Pendidikan’ yang ditulis oleh DR. Wasty Sumanto menyebutkan apa saja yang dapat diwariskan antara lain: hidung, rambut, tengkorak, kulit, warna mata, tinggi pendek, (kebanyakan sifat fisiologis)——Wasty Sumanto;1984;89.

Membangun Kepribadian
Yang dimaksud dengan kepribadian adalah sikap batin dalam menghadapi suatu keadaan atau nilai-nilai tertentu. Sikap batin tersebut dibentuk dan dibangun oleh pengaruh lingkungan, pendidikan, agama, adat-istiadat, dan kondisi geografis.
Kalau dikaitkan dengan kepribadian bangsa Indonesia maka maksudnya adalah sikap batin orang Indonesia yang mempunyai sifat ramah, berbudi luhur, suka menolong, rukun, dan damai dalam kenikmatan Tuhan yang berupa wilayah daratan hijau yang subur. Sifat seperti itu juga terdapat pada umumnya orang-orang timur.
Bangsa-bangsa timur pandai menyapa dan menghargai orang lain terutama yang lebih tua, suka menghargai tetangga, dan memuliakan tamu.
Sabda nabi Saw:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لمَ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَاوَلمَ يُوَقِرْكَبِيْرَنَا (الحديث
Bukanlah termasuk umatku orang yang tidak mau menyayangi yang kecil dan menghormati yang lebih tua”.
Bangsa barat memperoleh kemajuan seusai ‘perang salib’ abad XII-XIV. Kemenangan perang salib terbesar adalah diboyongnya peradaban dan ilmu pengetahuan dari dunia Islam. Mereka mempelajari karya-karya ilmuwan muslim. Kemajuan pesat dan pengembangan ilmu pengetahuan itulah yang dikenal dengan sebutan modernisasi. Jika kepribadian bangsa Indonesia meniru kemajuan ilmu pengetahuan barat——modernisasi, maka akan memiliki makna luhur. Akan tetapi sebaliknya jika yang diikuti adalah sikap dan perilaku kepribadian barat (kebarat-baratan) maka bukan modernisasi lagi tetapi westernisasi. Sikap yang demikian inilah berakibat pada hilangnya kepribadian bangsa Indonesia yang luhur.
Apa yang dapat disaksikan melalui film-film di televisi seperti kehidupan materialistis dan pergaulan bebas adalah westernisasi yang berbaju modernisasi. Anak-anak dan para pelajar Indonesia harus diselamatkan dari gaya hidup westernisasi tetapi tetap mengambil kemodernannya. Seperti semangat belajar, disiplin, profesional, dan menghargai waktu. Sikap inilah yang perlu ditiru oleh bangsa Indonesia dengan tetap berpegang pada kepribadian sendiri.

Akhlaqul Mu’âmalah (Sopan Santun Pergaulan)
Dalam hidup bermasyarakat yang terpenting adalah setiap orang terutama para penuntut ilmu hendaknya mampu membawa diri dalam pergaulan maupun dalam berperilaku. Jika hal itu tidak dilakukan niscaya akan berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat. Diantaranya akan muncul kekacauan maupun ketidakharmonisan. Disinilah ada yang namanya sopan santun dalam pergaulan——Akhlaqul Mu’amalah. Dan sopan santun dalam pergaulan ini sangat diperlukan dalam hidup bermasyarakat.
Ada pepatah mengatakan, “Jangan dekat-dekat dengan kubangan kerbau, karena kau akan terciprat lumpurnya”. Jika dicermati pepatah tersebut, menjelaskan bahwa kita harus hati-hati dalam memilih dan mencari teman bermain, belajar, dan bergaul. Mungkin selama ini sebagian para penuntut ilmu tidak menyadari tentang hal ini, pengaruh teman sangatlah besar. Jadi memilih teman kita harus lebih cermat dan jangan sampai salah arah. Dengan demikian, memilih dan mencari teman yang baik dalam pandangan agama Islam hendaknya ditanamkan kuat-kuat pada diri seorang penuntut ilmu.
Para penuntut ilmu hendaknya berusaha membuang sifat-sifat buruk, seperti sifat iri, dengki, pemarah, dendam, sum’ah (ingin populer) dan sifat-sifat tercela lainnya. 

Menghafal
Sebagai salah satu syarat, al-‘adah (kebiasaan) seorang penuntut ilmu hendaknya membiasakan diri menghafal pelajaran-pelajaran yang memang harus dihafal———diingat—seperti diantaranya ilmu nahwu dan sharaf, kaidah-kaidah ushul, hadis, Al-Qur’an dan lain sebagainya.
Banyak orang yang rendah diri dan pesimis. Mereka tidak mau menghafal karena persiapan intelektualnya kurang memadai (lemah). Atau, kadang-kadang membandingkan dirinya dengan orang-orang yang mempunyai tingkat intelektualitas tinggi. Akhirnya dia putus asa dan tidak mau menghafal. Padahal sangat mungkin untuk dapat menghafal meskipun bagi yang mempunyai intelektual rendah. Dengan berusaha sedikit demi sedikit setiap hari dan mengulang-ulang terus apa yang telah dihafal secara kontinue. Dan selanjutnya berusaha dengan sekuat tenaga menggabungkan hafalan yang telah dihafalnya. Insyâallah sebesar usaha yang dikeluarkan, sebesar itu pula pahala yang dapat diambil. Dan perlu diketahui, betapa banyak orang yang sudah hafal dalam hafalanya padahal mereka tidak tergolong orang yang cerdas.
Adapun beberapa yang harus dilakukan sebelum menghafal sebagai berikut:
  • Menumbuhkan niat ikhlas karena Allah semata
  • Didalam menghafal harus benar-benar mencari ridha Allah dan kebahagiaan akhirat
  • Harus ada azam (kemauan keras) untuk menyelesaikan hafalan——tidak putus di tengah jalan
  • Harus ada seorang guru yang sudah ahli dalam bidangnya yang siap menyertai dalam menghafal, serta memberikan semangat
  • Harus ada waktu khusus tiap hari jangan dicampur-campur dengan kegiatan lain
  • Harus selalu merasakan mendapat pahala dari Allah Swt
  • Harus punya buku (kitab) khusus yang hendak dihafalkan——jangan diganti-ganti.

Keistimewaan Orang Yang Menghafal
  • Allah memberi kedudukan yang tinggi dan penghormatan di antara manusia
  • Khusus bagi yang menghafal Al-Qur’an, hafalan membuat orang dapat berbicara dengan fashih dan benar, dan dapat membantunya dalam mengeluarkan dalil-dalil dengan ayat Al-Qur’an dengan cepat ketika menjelaskan atau membuktikan suatu permasalahan
  • Menguatkan daya nalar dan ingatan, dengan terlatihnya dalam hafalan menjadikan ia mudah dalam menghafal hal-hal yang lain.
  • Dengan izin Allah semata, seorang penuntut ilmu menjadi lebih unggul dari teman-temannya yang lain dalam kelas.
  • Tergolong manusia yang paling tinggi derajatnya di surga (bagi penghafal Al-Qur’an)

Musyawarah (Diskusi)
Kata musyawarah terambil dari akar kata sy-, w-, r-, yang pada mulanya bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang hingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat). Musyawarah dapat juga berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu. Kata musyawarah pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya.[1]
Dalam Surat Ali ‘Imrân: 159 
            “Maka disebabkan Rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka alam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS. Ali-Imrân: 159)
Secara tegas dapat dipahami bahwa perintah musyawarah pada ayat tersebut ditujukan kepada Nabi Muhammad Saw. Hal ini mudah dipahami dari redaksi perintahnya yang berbentuk mufrod——tunggal. Namun demikian, pakar-pakar Al-Qur’an sepakat berpendapat bahwa perintah musyawarah ditujukan kepada semua orang. Bila nabi Saw saja diperintahkan oleh Al-Qur’an untuk bermusyawarah, padahal beliau orang yang ma’shum——terpelihara dari dosa atau kesalahan, apalagi manusia-manusia selain beliau.
Tanpa analogi di atas, petunjuk ayat ini tetap dapat dipahami berlaku untuk semua orang, walaupun redaksinya ditujukan kepada nabi Saw. Disini nabi berperan sebagai pemimpin umat yang berkewajiban menyampaikan kandungan ayat kepada seluruh umat. Sehingga sejak semula kandungannya telah ditujukan kepada mereka semua.
Orangtua kita bilang, Musyawararahlah untuk mencapai mufakat! ——rapat, merembukan untuk menghasilkan keputusan. Dalam hal ini pemimpinlah yang memutuskan. Yang pada intinya untuk mencapai tujuan yang baik hendaknya dimusyawarahkan. Tapi dalam konteks lain musyawarah disini kami artikan sebagai diskusi bagi penuntut ilmu, karena pada dasarnya kata musyawarah digunakan untuk hal-hal yang baik sejalan dengan makna dasrarnya yaitu mengeluarkan madu dari sarang lebah. Kami artikan bahwa madu adalah suatu pemahaman ilmu yang masih bersarang artinya yang belum didapat. Jadi, jika para penuntut ilmu ingin lebih mudah untuk memahami pelajaran maka berdiskusilah. Dengan berdiskusi ilmu akan bekembang. Karena disana dengan tidak disadari kita telah berbagi pengalaman yang mungkin memang belum kita ketahui.

Berdoa
Doa yang berarti permohonan dari seorang yang rendah derajatnya kepada yang lebih tinggi derajatnya (Allah Swt). Setiap yang berdoa pastilah ingin dikabulkan doanya. Semua doa pasti akan dikabulkan. Akan tetapi ada yang langsung dikabulkan dan ada yang menunggu atau tidak langsung dikabulkan. Semua karena kehendak Allah Swt “Berdoalah padaku (Allah) maka Aku akan mengabulkan”.

Adab-adab Berdoa
Agar doanya itu dikabulkan, hendaknya memerhatikan adab-adab berdoa, yang antara lain, yaitu:
  • Melakukan doa pada waktu-waktu mustajab. Antara lain pada saat sepertiga akhir dari waktu malam. (Al-Bukhari IV, Hal. 101). Berdoa pada saat-saat diantara adzan dan iqamah. (Subulus Salam IV, Hal. 217). Sesudah shalat fardhu lima waktu. (Subulus Salam, Hal. 218). Ketika khatib duduk di antara dua khutbah sampai dilakukan shalat Jum’at. Sesudah shalat ‘Ashar sampai tenggelam matahari hari Jum’at. (Subulus Salam II, Bab Shalat Jum’at).
  • Membaca Hamdalah (Alhamdulillahi Rabbil ‘Àlamîn) serta salawat salam kepada Nabi SAW, pada awal dan akhir doa. (Al-Adzkar, Hal. 354).
  • Suci badan dari hadas, dan suci badan, pakaian serta tempat berdoa dari najis
  • Halal apa yang dimakan dan diminum dari hal-hal yang diharamkan. Dan demikian pula halal pakaian yang dipakai sebagai penutup auratnya. (Arba’in Nawawi, Hadis yang ke: 10)
  • Mengangkat kedua belah tangannya dan menengadahkannya ke langit di waktu berdoa dan menyapukannya ke muka setelah selesai berdoa (Subulus Salam IV, Hal. 218, dan al-Bukhori IV, Hal. 104)
  • Mempunyai keyakinan dan kemantapan bahwa doanya akan dikabulkan oleh Allah SWT, dengan tanpa ada perasaan berputus asa. (Al-Bukhari IV, Hal. 104)
  • Dengan suara yang rendah, kira-kira terdengar oleh dirinya sendiri dan janganlah dinyaringkan suaranya. Karena menyaringkan bacaan doa ada larangan dari nabi Saw. (Al-Adzkar, Hal. 353)
  • Dilakukan dengan menghadap ke kiblat serta dengan penuh khusyu’ dan tadharru’ (rendah diri). Faham dengan arti doa yang dibaca. Agar timbul rasa mengagungkan dan membesarkan dzat Allah Swt. Kemudian dengan jalan yang sedemikian itu akan tumbuh rasa ikhlas dalam hatinya. (Al-Adzkar, Hal. 353)
  • Dan lebih utama serta lebih dapat diperkenankan doanya jika sebelumnya dilakukan Shalat Hajat sesudah tengah malam. Sedangkan melakukannya pada sepertiga akhir adalah lebih utama lagi. (Al-Adzkar, Hal.353).
Keutamaan berdoa banyak sekali. Sebuah maqalah mengatakan “bekerja/ berusaha tanpa berdoa kepada Allah adalah sombong. Sebaliknya berdoa tanpa berusaha adalah bohong”. Jadi, antara usaha——ikhtiar—dan doa haruslah sinkron. Begitu juga para penuntut ilmu belajarlah dengan baik kemudian berdoalah. Dan jangan hanya berdoa tapi tidak belajar dan tidak ada yang mengajar, itu bohong namanya. Dan perlu diketahui bahwa rasul Saw, bersabda, “Doa merupakan senjatanya umat mukmin”. Tentang keutamaan berdoa. Rasulullah Saw, bersabda:

أَفْضَلُ الدُّعَاءِ أَنْ تَسْأَلَ رَبَّكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ ِفي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، فَإِنَّكَ إِذَا أُعْطِيْتَهُمَا فِي الدُّنْيَا ثُمَّ أُعْطِيْتَهُمَا فِي الْآخِرَةِ فَقَدْ أَفْلَحْتَ (رواه ابن ماجه عن أنس)

            “Lebih utamanya doa adalah memohon dimaaf dan mohon selamat kepada Tuhanmu baik di dunia maupun akhirat karena sesungguhnya jika engkau diberi keduanya itu di dunia dan di akhirat maka sungguh engkau pasti    bahagia”. (HR. Ibnu Mâjjah dari Anas).

Mengerjakan Ibadah Sunnah
Ibadah dalam arti luas adalah segala kegiatan seseorang muslim dalam melaksanakan hal-hal yang disukai dan diridhai Allah Swt, baik perbuatan yang tampak maupun perbuatan yang tersembunyi. Ibadah dalam arti luas, selain dari ibadah yang terdapat dalam rukun Islam, juga termasuk semua perbuatan yang diperintahkan Allah Swt, baik perbuatan yang langsung dengan Allah, sesama manusia, dan alam lingkungan.
Seperti kita ketahui bahwa dalam agama Islam selain kita mengerjakan ibadah-ibadah yang diwajibkan, kita juga dianjurkan untuk mengerjakan ibadah-ibadah sunnah. Karena selain kita mendapatkan pahalanya kita juga banyak sekali mendapatkan hikmahnya. Sebagai seorang penuntut ilmu seyogyanya berlatih untuk mengerjakan dan membiasakan ibadah sunnah tersebut. Karena seperti pembahasan sebelumnya selain kita berusaha, tekun belajar, bekerja keras untuk menuai kesuksesan kita juga diharuskan untuk berdoa.
Pada dasarnya segala perbuatan yang dikerjakan oleh manusia harus dilakukan atas dasar ikhlas karena Allah semata. Sebagaimana difirmankan dalam Al-Qur’an; “Padahal mereka tidak diperintah kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan ikhlas”. (Al-Bayyinah: 5). Selanjutnya, ia harus bersungguh-sungguh memperbaiki niat dan tujuannya, karena suatu amal yang tidak berdasarkan keikhlasan, tidak berarti disisi Allah.
            “Sesungguhnya Allah tidak mau menerima suatu amal kecuali dengan        keikhlasan dan mencari ridha Allah semata”. (HR. An-Nasa’i)
Banyak jenis-jenis ibadah yang tergolong kedalam ibadah sunnah, diantaranya seperti; shalat, puasa, menikah, dan lain-lain. Dalam buku ini tidak semua saya bahas ibadah yang tergolong kedalam ibadah sunnah. Disini saya hanya membahas tentang puasa dan shalat sunnah saja. Selain itu, saya juga membahas ibadah lain seperti membaca Al-Qur’an dan bersalawat kepada Nabi Muhammad Saw sebagai suatu kebiasaan——al-adat—yang luar biasa baik, yang seharusnya dikerjakan oleh umat Islam khususnya para penuntut ilmu.

Puasa Sunnah
Puasa menurut bahasa adalah menahan——Al-Imsak, sedangkan menurut istilah syara’ adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa. Salah satunya makan dan minum mulai dari terbit fajar hingga matahari terbenam dengan disertai niat.
Puasa sunnah dapat dikerjakan pada bulan selain bulan Ramadhan. Dan ketika hendak menjalankan puasa, baik puasa sunnah maupun wajib harus disertai dengan niat puasanya. Hendaknya para penuntut ilmu berlatih membiasakan berpuasa sunnah karena banyak sekali hikmah-hikmah yang dapat diambil dan dapat dirasakan. Dalam hadis dikatakan bahwa, “apabila seseorang menyedikitkan makannya maka perutnya——seluruh badannyadipenuhi dengan cahaya”. (HR. Ad-Daelami dari Abu Hurairah).

Hikmah Puasa
Banyak sekali hikmah dari puasa, diantaranya sebagai berikut :
  • Meningkatkan kesadaran bertaqwa kepada Allah Swt
  • Meningkatkan derajat yang tinggi dan mulia
  • Menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh
  • Menjadikan diri semakin tabah dalam menghadapi segala cobaan
  • Menambah bersih, baik dari segi lahiriyah maupun batiniyah
  • Menahan nafsu dan meredam syahwat birahi, dan lain sebagainya.

Beberapa Nama Puasa Sunnah Selain Puasa Bulan Ramadhan:
1)           Puasa ‘Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah
2)           Puasa Tasu’ah pada tanggal 9 Muharram
3)           Puasa ‘Asyuroh pada tanggal 10 Muharram
4)           Puasa 6 Hari pada bulan Syawwal
5)           Puasa Yaumul Bidh pada tanggal 13, 14, dan 15 Qamariyah
6)           Puasa Hari Senin
7)           Puasa Hari Kamis
8)           Puasa 8 Hari sebelum Puasa Arafah
9)           Puasa 8 Hari sebelum hari Tasu’ah
10)       Puasa Bulan yang Mulia, Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Bulan Muharram
11)       Puasa pada Hari Al-Layali as-Saud
12)       Puasa Bulan Sya’ban
13)       Puasa Nabi Dawud yakni sehari puasa, sehari tidak
14)       Puasa satu hari puasa, dua hari berbuka
15)       Puasa pada hari dimana tidak menemukan makanan

Shalat Sunnah
Sebagai seorang penuntut ilmu berusahalah untuk selalu melaksanakan ibadah shalat sunnah. Shalat sunnah itu ada yang dilakukan dengan berjama’ah, ada pula yang dilakukan sendiri (tidak berjama’ah). Yang dikerjakan berjama’ah diantaranya: shalat tarawih dan witir (Malam Ramadhan), shalat ‘iedul fitri, shalat ‘iedul ad-ha, shalat gerhana matahari dan bulan, shalat istisqa’ (minta hujan), dan lain sebagainya. Sedangkan yang dikerjakan sendiri tanpa berjama’ah, diantaranya: shalat rawâtib, shalat dhuha, shalat tahiyyatul masjid, shalat tahjjud, shalat hajat, shalat istikharah dan lain sebagainya. Shalat sunnah dibagi dua:
  1. Shalat Rawâtib
Shalat sunnah rawâtib, yaitu shalat sunnah yang mengiringi shalat fardhu yang lima, dikerjakan sebelum atau sesudah shalat fardhu. Jika dikerjakan sebelumnya dinamakan shalat sunnah qabliyyah, tapi jika dikerjakan sesudahnya dinamakan shalat sunnah ba’diyyah.
Beberapa shalat rawâtib yang sangat penting (muakkad) yang benar-benar dianjurkan; yaitu:
  •  2 rakaat sebelum shalat subuh,
  •  2 rakaat sebelum shalat dzuhur,
  •  2 rakaat sesudah shalat dzuhur,
  •  2 rakaat sesudah shalat maghrib, dan
  •  2 rakaat sesudah shalat isya’.
Disamping itu masih ada shalat rawâtib yang lain (ghairu muakkad), yaitu :
  •  2 rakaat sebelum dan sesudah dzuhur
  • Sebelum shalat ‘ashar 2 atau 4 rakaat (dengan hanya sekali salam)
  • Sebelum shalat maghrib 2 rakaat.
  1. Shalat Nawâfil
Yaitu shalat-shalat sunnah yang berdiri sendiri, tidak mengiringi shalat fardhu yang lima. Sunnah nawâfil ini banyak sekali macamnya, misalnya:
  • Shalat hari raya (‘iedul fitri dan ‘iedul ad-ha)
  •  Shalat gerhana (Kusuf = gerhana matahari dan Khusuf = gerhana bulan)
  • Shalat meminta hujan (istisqa’)
  • Shalat tahiyyatul masjid
  • Shalat dhuha
  • Shalat safar
  • Shalat istikharah
  • Shalat syukrul wudhu (sesudah berwudhu, sebagai tanda syukur kepada Allah)
  • Shalat hajat
  • Shalat malam (qiyaamullail)
Dikatakan Qiyamullail karena dikerjakan pada waktu malam hari saja. Untuk menamakan shalat malam ini ada 3 macam :
1)      Shalat tarâwih, jika dilakukan malam hari Bulan Ramdhan yang diakhiri dengan shalat witir (shalat yang ganjil rakaatnya).
2)      Shalat tahajjud, dilakukan tengah malam setelah tidur sebelum datang waktu shalat subuh.
3)      Shalat witir, yaitu dikerjakan keseluruhan shalat malam sebab jumlah rakaatnya ganjil.

Baiklah, di dalam buku ini saya hanya menerangkan salah satu dari Ibadah Qiyamullail, yaitu Shalat Tahjjud saja. Karena, shalat tahajjud ini sangat luar biasa sekali manfaatnya bila dikerjakan oleh seorang penuntut ilmu dengan istiqamah. Karena disana kita diharuskan untuk beristighfar, membaca salawat serta berdoa. Dengan shalat tahajjud kita dapat melatih diri dan banyak lagi hikmahnya. Diantara hikmahnya yaitu, bisa mendatangkan ketenangan hati, sabar, bisa muhâsabtun an-nafsi (introspeksi diri) dalam menuntut ilmu, dan lain sebaginya.

Shalat Tahjjud
Shalat tahajjud dilakukan malam hari. Namun sebaiknya dilakukan tengah malam atau pada dua pertiga malam dan dilakukan setelah bangun dari tidur sebelum datangnya fajar——waktu subuh.
Sekalipun shalat tahajjud ini hukumnya sunnah, tetapi rasulullah Saw tidak pernah meninggalkannya. Setiap malam hari beliau mengerjakan shalat tahajjud itu sehingga tampak kaki beliau bengkak karena lamanya beliau berdiri dalam shalat. Dikisahkan bahwa ketika beliau mengerjakan ibadah shalat tahajjud pada setiap rakaat setelah membaca surat al-Fatihah beliau membaca surat Al-Qur’an yang panjang-panjang seperti surat al-Baqarah dan lain-lain. Jadi disunnahkan ketika melaksanakan shalat tahajjud hendaknya membaca surat dalam Al-Qur’an yang panjang-panjang. 
Sebagai seorang mukmin lebih-lebih penuntut ilmu hendaknya mengikuti teladan rasulullah Saw untuk mendapatkan pahala serta hikmahnya shalat tahjjud. Beliau saja seorang yang di ma’shum——terpelihara dari dosa atau kesalahan—masih mengerjakan, apalagi kita sebagai manusia biasa dan sebagai umatnya.
Firman Allah Swt dalam QS. al-Isra’ Ayat. 79 :
      “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai uatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (QS.Al-Isrâ’: 79)
Dan keutamaan orang yang bangun malam untuk melaksanakan shalat sunnah walau hanya dua rakaat, pahalanya seperti orang membaca dzikir kepada Allah Swt dengan banyak.
Sabda nabi Saw:

إِذَا اسْتَيْقَظَ الرَّجُلُ مِنَ اللَّيْلِ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ، وَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ كَتَبَا مِنَ الذَّاكِرِيْنَ اﷲَ كَثِيْرًا وَالذَّاكِرَاتِ (رواه ابن حبّان عن أبى سعيد
            “Apabila seorang laki-laki (suami) bangun tidur pada malam hari dan membangunkan keluarganya (istri) kemudian keduanya shalat dua rakaat maka keduanya dicatat sebagai orang yang berdzikir banyak kepada Allah”.            (HR. Ibnu Hibban dari Abi Sa’id).

Membaca Al-Qur’an
Al-Qur’an secara harfiah berarti “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak manusia mengenal baca tulis lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Al-Qur’an al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia.
Al-Quran merupakan pedoman sekaligus menjadi dasar hukum bagi manusia dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Al-Qur’an berisi ajaran, petunjuk dan informasi yang sangat lengkap. Mulai dari masalah aqidah, ibadah, dan syari’ah. Hubungan antara manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam lingkungannya. Di samping itu dikemukakan pula pahala bagi orang-orang yang beramal saleh, dan ancaman berupa siksa yang sangat pedih bagi orang-orang yang berbuat dosa.
Jika kita berpedoman kepada Al-Qur’an yang isinya sangat lengkap, kita yakin akan memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Perlu diketahui bahwa dengan membaca Al-Qur’an saja sudah merupakan ibadah, apalagi mengamalkan isinya. Sebagai pemeluk Islam sudah semestinya sering-sering membaca Al-Qur’an dan berusaha mengamalkan isinya dalam kehidupan sehari-hari.
Rasulullah Saw bersabda :
تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ مَا اِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا اَبَدًا كِتَابَ اﷲِ وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ (رواه البخاري ومسلم
            “Aku tinggalkan kepadamu dua perkara yang apabila kamu berpegang kepada keduanya tidak akan sesat selamanya yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnah rasul-Nya”. (HR. Bukhari Muslim)
Sebagai umat Islam, apa lagi penuntut ilmu, seyogyanya selalu membaca Al-Qur’an, minimal sehari satu juz agar tiap bulan mengkhatamkan Al-Qur’an. Rasulullah Saw menganjurkan umat muslim untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an agar terhindar dari kejahatan dan bebas dari perasaan cemas.

أَكْثِرُوْا مِنْ تِلاَوَةِ اْلقُرْآنِ فِيْ بُيُوْتِكُمْ، فَإِنَّ اْلبَيْتَ الَّذِي لاَيُقْرَأُ فِيْهِ اْلقُرَآنُ يَقِلُّ خَيْرُهُ وَيَكْثُرُ شَرُّهُ، وَيَضِيْقُ عَلَى أَهْلِه ِ(رواه الدارقطنى عن أنس
“Perbanyaklah oleh kamu sekalian (umat muslim) membaca Al-Qur’an di rumah-rumah kalian, karena sesungguhnya di dalam rumah yang tidak dibacakan Al-Qur’an, maka sedikit kebaikanya dan banyak kejelekannya dan         menyempitkan kepada penghuninya”. (HR. Daruqutni dari Anas r.a)

Rasulullah Saw juga mengibaratkan keutamaan dan ketinggian derajat orang-orang yang membaca Al-Qur’an laksana buah utrujah——baunya harum dan rasanya lezat. Sungguh luar biasa keutamaan-keutamaan orang yang membaca Al-Qur’an al-Kariem.
Sabda rasulullah Saw:

إِذَا خَتَمَ اْلعَبْدُ اْلقُرْآنَ صَلَّى عَلَيْهِ عِنْدَ خَتْمِهِ سِتُّوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ (رواه الديلمي عن عمروبن شعيب
            “Apabila seorang hamba mengkhatamkan (membaca) Al-Qur’an maka enam        puluh ribu malaikat membaca salawat kepadanya ketika ia mengkhatamkan-      Nya’. (HR. Daelami dari ‘Amr Bin Syu’eb). 

Bersalawat Kepada Nabi Saw

            “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk nabi[2]. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk nabi dan   ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”[3]. (QS. Al-Ahzab: 56).

Rasulullah adalah manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah Swt untuk disampaikan kepada umatnya. Dengan berbagai upaya rasulullah menuntun umatnya agar mau mengikuti petunjuknya menuju jalan yang diridhai Allah.
Dalam menjalankan tugasnya, rasulullah Saw mengalami berbagai rintangan. Namun semua beliau hadapi dengan sabar. Semua usahanya dilakukan dengan ikhlas. Segala kepentingan yang sifatnya pribadi beliau kesampingkan. Beliau selalu mementingkan umat manusia.
Allah Swt berfirman dalam surat al-Anbiyâ’ ayat 107 :


         “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS. Al-Anbiyâ’: 107)

Atas jasa rasulullah Saw manusia terangkat martabatnya dari alam yang gelap gulita kepada alam yang terang-benderang. Dari masyarakat jahiliyah kepada masyarakat yang beradab. Itulah nikmat yang teramat besar yang kita rasakan saat ini. Oleh sebab itu, kita patut bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada rasulullah Muhammad Saw. Ungkapan atas perwujudan dari rasa terima kasih kita kepada rasulullah adalah taat kepadanya. Dan Allah pun memerintahkan kepada kita agar menaati Allah dan menaati rasul-nya. Perintah menaati Rasul tidak terpisahkan dari perintah menaati Allah. Jika menaati rasul berarti menaati Allah.
Cara-cara menaati rasulullah Saw antara lain :
  • Meyakini dengan sepenuh hati, bahwa perintah rasulullah adalah perintah Allah yang juga wajib kita taati.
  • Melaksanakan dengan ikhlas semua yang diperintahkan rasulullah dan meninggalkan semua larangannya.
  • Mematuhi hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh rasulullah Saw.
  • Mencontoh perilaku rasulullah dalam segala aspek kehidupan.
  • Mengerjakan sesuatu yang dianjurkan oleh rasulullah.
  • Menjauhi segala perbuatan yang dibenci oleh rasulullah.
  • Boleh mengerjakan perkara yang tidak dilarangnya dan boleh meninggalkan perkara yang tidak diperintahkannya.

Sebagai manusia yang tahu diri hendaknya kita berusaha melaksanakannya. Hendaknya kita mencintai rasulullah dan mencitai Allah.[4] Demikian halnya cinta kepada rasulullah tidak cukup hanya dengan ucapan lisan saja. Akan tetapi harus dibarengi dengan amal yang nyata.
Adapun salah satu cara mencintai rasulullah Saw adalah dengan kita memperbanyak membaca salawat kepada beliau. Kita ketahui bahwa banyak sekali bacaan-bacaan salawat yang tujuannya tidak lain untuk mengagungkan beliau. Dengan memperbanyak membaca salawat kita mendapatkan pahala serta hikmah-hikmahnya, yang diantaranya kita mendapatkan ketenangan hati.
Rasulullah Saw bersabda :

أَتَانِي آتٍ مِنْ عِنْدِرَبِّي عَزَّوَجَلَّ فَقَالَ:مَنْ صَلَّى عَلَيْكَ مِنْ أُمَّتِكَ صَلاَةً كَتَبَ اﷲُلَهُ ِبهاَ عَشَرَحَسَنَاتٍ وَمَحَا عَنْهُ عَشَرَ سَيئَاتٍ وَرَفَعَ لَهُ عَشَرَ دَرَجَاتٍ، وَرَدَّ عَلَيْهِ مثْلهَا (رواه أحمد عن أبى طلحة)
“Telah datang kepadaku (malaikat jibril) dia berkata:”siapa saja yang membaca salawat satu kali kepadamu maka Allah mencatat baginya 10 kebaikan, menghapus 10 kejelekannya, Allah mengangkatnya 10 derajat, dan Allah membalas salawatnya”. (HR. Ahmad dari Abi thalhah).

Rasulullah Saw memerintahkan kepada kita untuk memperbanyak salawat kepada beliau, karena membaca salawat menjadikan ampunan dosa-dosa kita. 

أَكْثِرُوْا الصَّلاَةَ عَلَيَّ، فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ عَلَيَّ مَغْفِرَةٌ لِذُنُوْبِكُمْ، وَاطْلُبُوْا إِلَيَّ الدَّرَجَة وَ الْوَاسِيْلَةَ، فَإِنَّ وَسِيْلَتِي عِنْدَ رَبِّي شَفَاعَةٌ لَكُمْ (رواه ابن عساكر عن الحسن بن علي
“Perbanyaklah oleh kalian membaca salawat kepadaku, karena sesungguhnya bacaan salawat kalian kepadaku adalah ampunan untuk dosa-dosa kalian, dan carilah keutamaan dan wasilah (hubungan) kepadaku, karena sesungguhnya berhubungan denganku adalah syafa’at bagi kalian   disisi Allah”. (HR. Ibnu ’Asakr dari Hasan Bin ‘Ali).
Dan untuk membuktikan rasa cinta kita kepada rasulullah. Marilah kita memperbanyak membaca salawat kepadanya. Dengan harapan semoga kita mendapatkan syafaat———pertolongan—beliau pada hari akhir nanti. Amin Allahumma Amin.

Istiqamah

اْلإِسْتِقَامَةُ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ كَرَامَةٍ 
“Istiqamah itu lebih baik dari pada seribu karamah”. (Imam Ghazali)

Sungguh hebat derajat istiqamah melebihi dari seribu karamah. Memang apa istiqamah dan karamah itu?”
Kata Istiqamah berasal dari kata إِسْتَقَامَ, artinya mempunyai pendirian yang mantap——tegak lurus—dan teguh. Secara umum istiqamah berarti bersikap berpegang teguh kepada sesuatu yang diyakini kebenarannya, dan ia tidak mau merubah keyakinannya itu dalam keadaan bagaimanapun, baik ia dalam keadaan susah atau senang, dalam keadaan sendiri atau ketika bersama dengan orang lain.
Sikap istiqamah——teguh dalam pendirian—akan mewarnai sikap seorang muslim, pendiriannya tidak mudah goyah, dan tidak mudah berubah. Jika seorang penuntut ilmu bersikap seperti itu mengerjakan kewajibannya sebagai penuntut ilmu dengan keteguhan hati dan berpendirian yang kuat pastilah akan mencapai tujuan yang diinginkan.
Istiqamah terbagi lima macam, yaitu:
1)      Istiqamah lidah, tetap ingat (dzikir kepada Allah) dengan mengucapkan syukur atas segala nikmatnya.
2)      Istiqamah badan, membiasakan diri kita menaati segala perintah Allah (taqwa), memiliki perasaan malu kepada Allah.
3)      Istiqamah hati, senantiasa takut kepada Allah, tidak berputus asa, baik ketika waktu sehat maupun dalam waktu sakit, dan husnudzan (baik sangka) kepada Allah.
4)      Istiqamah jiwa, selalu benar dan suci jiwa dari kenistaan.
5)      Istiqamah hidup, seluruh hidup kita ditujukan untuk memperoleh kemuliaan dari Allah.

Dengan cara yang dikemukakan di atas pasti kita akan mencapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun akhirat.
Firman Allah Swt:

          “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:"Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian (istiqamah) mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:"Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS. Fushshilat: 30).
Ayat di atas menyatakan bahwa orang yang teguh pendiriannya mengakui hanya Allah sebagai Tuhannya, serta akan mendapat ketenangan hidup, hilang rasa takut, sedih, putus asa, dan lain sebagainya.
Jadi, kita sebagai umat Islam harus mempunyai keteguhan hati dalam meyakini kebenaran agama Islam. Lebih dari itu, sebagai penuntut ilmu agama yang menjadi pewaris para nabi dan rasul.
Secara umum istiqamah sudah dijelaskan di atas yang pada intinya mengerjakan suatu pekerjaan yang baik (benar) dengan keteguhan hati dan terus menerus untuk mencari keridhaan Allah Swt. Seorang penuntut ilmu yang tekun belajar dengan mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik seperti membaca, menghafal, diskusi, dan beribadah, serta berdoa dengan terus-menurus untuk mencapai tujuan dengan tetap mengharapkan keridhaan Allah Swt. Istiqamah bukan berarti seseorang mengerjakan pekerjaan yang baik dengan macam-macam pekerjaan (banyak bekerja), akan tetapi selanjutnya tidak mengerjakan sama sekali. Walaupun pekerjaan yang baik——benar—itu seolah-olah biasa, tapi dikerjakan dengan kontinue itulah istiqamah. Dan sungguh luar biasa jika kita mendapatkan derajat istiqamah tersebut.
Rasulullah Saw, bersabda :

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلىَ اﷲِأَدْومُهَا وَإِنْ قَلَّ (رواه الشيخان عن عائشة
“Pekerjaan-pekerjaan (yang baik) yang lebih disukai Allah adalah pekerjaan yang terus-menerus (dawwam) dikerjakan walaupun pekerjaan itu     sedikit”.
(HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah). 

Berbicara mengenai ucapan Imam Ghazali di atas, cukup menarik untuk dikaji. Tentang derajat istiqamah yang lebih baik dari seribu karamah. Dan yang menarik disini adalah lebih baik dari seribu karamahnya. Kemudian apa derajat karamah itu?
Sebelum membahas lebih lanjut tentang karamah mungkin kita pernah tahu pada pelajaran Aqidah, bahwa pada sebagian rasul-rasul memiliki kelebihan dan keistimewaan atau yang disebut dengan Mu’jizat, yang mempunyai arti suatu kejadian luar biasa yang diberikan Allah kepada rasul-Nya yang dapat melemahkan segala usaha dan alasan orang kafir. Mu’jizat tidak dapat dipelajari. Dan mu’jizat datang seketika tidak direncanakan. Dan pada dasarnya mu’jizat berfungsi untuk melemahkan usaha-usaha orang yang akan menentang seruan para rasul. Dan mu’jizat sebagai bukti kebenaran bahwa rasul benar-benar dipilih Allah.
Mu’jizat ada dua macam, pertama Mu’jizat Kauniyah. Yaitu mu’jizat yang tampak, dapat ditangkap oleh panca indera, sebagaimana yang terjadi dalam sejarah Nabi Musa a.s. tongkat berubah menjadi ular. Mu’jizat ini ada yang menyebut mu’jizat terbatas. Kedua, Mu’jizat Aqliyah. Yaitu mu’jizat yang hanya dapat difahami oleh akal pikiran, seperti mu’jizatnya Nabi Muhammad Saw, yaitu Al-Qur’an. Keluarbiasaannya adalah dari segi sastranya. Tidak ada seorang pun yang dapat menandinginya. Mu’jizat seperti ini ada yang menyebutnya mu’jizat tidak terbatas. Dan disini saya tidak menceritakan semua kisah-kisah rasul yang mendapatkan mu’jizat-mu’jizat tersebut.
Selanjutnya kejadian luar biasa selain mu’jizat adalah karamah. Inti dari pembahasan kita mangenai keistimewaan istqamah. Karamah berarti kejadian yang luar biasa yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang saleh dan taat kepada-Nya. Orang saleh yang tinggi ketaatannya kepada Allah disebut Wali Allah (kekasih Allah). Dengan kata lain kejadian luar biasa tersebut diberikan Allah kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya.
Dari penjelasan-penjelasan itu kita dapat mengetahui adanya perbedaan serta persamaan antara mu’jizat dengan karamah. Adapun perbedaan itu adalah mu’jizat hanya diberikan kepada nabi dan rasul saja, sedangkan karamah diberikan kepada selain nabi dan rasul. Kemudian fungsi mu’jizat bagi nabi dan rasul yaitu untuk membuktikan kenabian dan kerasulannya, sekaligus untuk melemahkan orang-orang kafir yang bermaksud jahat. Dan karamah diberikan Allah kepada orang mukmin yang saleh berfungsi untuk melindungi mereka dari bahaya atau hal-hal yang tidak menyenangkan. Adapun persamaan antara mu’jizat dan karamah yaitu sama-sama datang dan atas kehendak Allah Swt. Kemudian sama-sama merupakan kejadian luar biasa yang sulit diterima oleh akal. Kejadiannya sama-sama tidak direncanakan, terjadi dengan tiba-tiba, tidak bisa dipelajari dan tidak bisa dikalahkan. Dan sama-sama diberikan untuk mengatasi problem dan menolong hamba-Nya.
Dan perlu diketahui salain itu ada kejadian lain yang luar biasa tapi bukan atas pertolongan Allah melainkan pertolongan syetan. Kejadian yang luar biasa itu adalah sihir. Sihir biasanya digunakan untuk maksud-maksud jahat. Sihir dapat dipelajari akan tetapi sihir dapat dikalahkan.
Setelah kita ketahui penjelasan-penjelasan tersebut jelas menyatakan bahwa derajat istiqamah memang sangat luar biasa. Sebagai penuntut ilmu mari kita berusaha belajar yang baik dan istiqamah. Semoga kita mendapatkan derajatnya. Amin.
Ulama yang lain berkata bahwa istiqamah adalah konsisten dengan ketaatan pada Allah.
Rasulullah Saw, mengabarkan bahwasanya manusia tidak akan bisa untuk istiqamah dengan sebenar-benarnya istiqamah. Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi Saw bersabda: “Lakukanlah semisalnya dan dekatilah.” Melakukan sebagaimana yang rasulullah Saw lakukan adalah hakikat istiqamah. Seperti melemparkan sesuatu dan tepat pada sasaran. Berusaha mendekati maksud dan sasaran itu walau tidak tercapai, usaha tersebut harus tetap dilandaskan pada kesungguhan untuk mencapai hasil yang maksimal.
Istiqamah yang paling utama adalah istiqamahnya hati dalam bertauhid. Sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakar al-Shiddiq dan lainnya tentang firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan;”Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka; yaitu mereka tidak berpaling kepada selain Allah.
Hati yang istiqamah dalam cinta, takut, harap dan tawakkal akan memengaruhi semua anggota tubuh untuk istiqamah pada-Nya. Karena hati adalah raja dalam tubuh sedangkan anggota tubuh adalah tentaranya akan turut istiqamah pula. Setelah hati, lisan juga sangat perlu untuk diistiqamahan karena lisan inilah yang mengungkapkan isi hati. Oleh karena itu. Nabi Saw, bersabda: “iman seorang hamba tak akan lurus sampai hatinya istiqamah dan hati tak akan istiqamah sampai lisan istiqamah”.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:”Tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:”janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fushshilat: 30).


[1]M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, 2007, Hal. 469
[2] Bersalawat artinya: kalau dari Allah berarti memberi rahmat: dari malaikat berarti memintakan ampunan dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdoa supaya diberi rahmat seperti dengan perkataan: Allahuma shalli ‘ala Muhammad.
[3] Dengan mengucapkan perkataan seperti: Assalamu'alaika ayyuhan nabi artinya: semoga keselamatan tercurah kepadamu wahai nabi.

[4] Cinta menyebabkan orang mau berbuat apa saja demi yang dicintainya. Cinta kepada Allah   menyebabkan manusia ikhlas mengerjakan  apa yang diridhai-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar